Beranda | Artikel
Menghilangkan Uang Ribawi Disyaratkan Mengambilnya dari Uang di Bank?
Sabtu, 15 April 2017

APAKAH UNTUK MENGHILANGKAN UANG RIBAWI DISYARATKAN MENGAMBILNYA DARI UANG DI BANK ATAU CUKUP APA YANG ADA DITANGANNYA?

Pertanyaan
Saya tahu bahwa bungn bank itu haram dan harus dikeluarkan seperti shodaqah. Oleh karena itu, kalau disana ada bunga bank di rekeningku, apakah harus saya tarik bunga ini dari rekening bank atau saya diperbolehkan mengeluarkan nilai yang sama dari uang cash yang ada pada diriku?

Jawaban
Alhamdulillah.

1. Menaruh uang di bank ribawi dengan ada bunga ribawi adalah diharamkan. Barangsiapa yang melakukan hal itu, maka termasuk orang yang memakan harta riwa dan diwakilkan kepadanya.

2. Kalau di negaranya tidak ada kecuali bank riba, maka hendaknya dia menaruh uangnya di rekening biasa (yang dapat ditarik sewaktu-waktu). Bukan di rekening penyimpanan (yang disimpan dan tidak dapat ditarik sewaktu-waktu).

3. Barangsiapa yang diberi dari hartanya bunga bank ribawi, maka dia harus menghapuskannya. Dan diinfakkan pada berbagai macam bentuk kebaikan.

4. Tidak dihalalkan bagi seorangpun sengaja menaruh uangnya di bank riba agar dapat mengambil bunganya dan diberikan kepada orang yang membutuhkannya. Akan tetapi ini berlaku bagi orang yang bertaubat dari prilakunya dan ingin menghapuskan dari bunga riba. Kalau dia bertaubat dari prilakunya, maka tidak diperkenankan melanjutkan menaruh uangnya di bank ribawi tanpa ada keperluan yang sangat mendesak (dhorurat). Ulama’ AL-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ berkata: “Tidak dihalalkan bagi seorangpun berani untuk mengambil bunga dan terus menerus mengambilnya.” Selesai. Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdullah Godyan, Syekh Sholeh Al-Fauzan, Syekh Abdul Aziz Ali Syekh, Syekh Bakr Abu Zaid, ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 13/ 354, 355.

5. Barangsiapa yang menaruh dananya di Bank Ribawi dengan ada bunga ribanya dan ingin menghilangnya, maka tidak disyaratkan uang riba itu sendiri yang ada di bank, bahkan cukup mengeluarkan nilai uang haram tersebut meskipun dari dana yang ada ditangannya. Bahkan uang itu sendiri tidak ditentukan (harus yang di bank). Artinya, barangsiapa yang mengeluarkan dengan senilai bunga riba, maka telah sesuai dengan maksudnya. Syekh Ali As-Salus hafidohullah berkata: “Sudah diketahui bahwa pada masa kita bahwa uang tidak ditentukan dengan ketentuan (khusus). Sebagai contoh, barangsiapa yang mengambil 1000 riyal dari salah seorang untuk diberikan kepada orang lain. Maka pihak pertama tidak disyaratkan memberikan kertas uang itu sendiri yang diterimanya yang ada tulisan begini. Akan tetapi tanggungan dia akan terlepas dengan memberikan 1000 riyal dengan tulisan (uang) apa saja. Barangsiapa yang membeli barang tertentu, maka penjual tidak diperkenankan menggantinya dengan (barang lain) selagi (pembeli) telah menentukannya. Sementara pembeli, diperbolehkan membayar harga tertentu tanpa ditentukan kertas uang itu sendiri. Kalau sekiranya –contohnya- dia mengeluarkan 10 uang kerta, setiap kertas bernilai 100 riyal. Kemudian tiba-tiba dia ingin menyimpan kertas uang ini. Dan dia memberikan kepada penjual –sebagai gantinya- dua kertas yang bernilai 500 riyal. Maka penjual tidak berhak untuk menolaknya. Ini yang kita lihat jelas pada masa uang kertas. Dan ini yang diisyaratkan oleh Hanafiyah pada masa uang dagangan (barter). Maka dina dan dirham tidak ditentukan dengan ketentuan (khusus). Seperti halnya fuls yang beredar luas, dimana mereka mengatakan, ‘Bahwa ia adalah senilai yang sama. Maka tidak ditentukan dengan ketentuan (khusus), maka fuls apa saja dapat menggantikan posisi lainnya.” Selesai. Silahkan melihat buku ‘An-Nuqud Was tibdalu Al-Umalat, hal 73, 101. ‘Fihqi Al-Bai’ Wal Istitsaq, hal. 1405.

(Hukum) yang seperti ini, adalah zakat harta dan emas. Barangsiapa yang telah terkena kewajiban zakat pada hartanya, tidak disyaratkan membayar zakatnya dari harta itu sendiri. Bahkan dia dapat membayarnya dari gajian yang dipegangnya, atau mengambil uang dari temannya untuk dibayarkan tanggungan zakat dirinya. begitu juga dikatakan terkait dengan zakat emas, seorang wanita tidak disyaratkan menjual emas yang wajib dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi memungkinkan membayar zakatnya dari uang yang ada ditangannya. Bahkan suaminya juda dapat membayarkan zakatnya dari uang suaminya.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Zakat terhadap pemilik gelang, kalau dibayarkan oleh suami atau orang lain atas izinya, maka hal itu tidak mengapa. Tidak diharuskan mengeluarkan zakat dari gelang itu sendiri. Bahkan diperbolehkan mengeluarkan dari nilainya setiap kali sudah melewati setahun. Sesuai dengan harga emas dan perak di pasar ketika telah sampai satu tahun.” Selesai. ‘Majmu’ Fatawa Syekh Ibnu Baz, 14/119.

Wallahu’alam

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/6654-mengapa-akidah-salaf-kokoh-dan-selamat1.html